Jumat, 08 Juli 2011

JALAN MASUK KE DALAM GEREJA

Bagi seseorang yang mengerti keagungan Gereja serta tempatnya dalam rencana penebusan tetapi tidak mengetahui bagaimana cara masuk ke dalamnya, adalah meniadakan kemampuan Allah untuk menebus dirinya. Bagi Alkitab itu berarti bahwa kita harus kembali agar lolos dari jaringan denominasi, dan kepada Alkitab yang sama kita harus pergi dan mencari jalan masuk ke dalam kerajaan yang kekal. Oleh karena setiap orang yang diselamatkan telah ditambahkan ke dalam gereja oleh Tuhan (Kisah Rasul 2:47), maka kita dapat menemukan bagaimana memasuki Gereja dengan cara menemukan bagaimana seseorang itu diselamatkan.
1.      Untuk memasuki Gereja, seseorang harus diajar oleh Allah
Yesus menggambarkan tentang kemutlakkan perlunya seseorang itu diajar sebelum memasuki Gereja dengan mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku” (Yohanes 6:44, 45). Pentingnya seseorang itu diajar dahulu dapat dilihat dari kata-kata, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ....” Sumber pengajarannya didefinisikan sebagai, “mereka semua akan diajar oleh Allah.” Proses bagaimana Allah mengajar dilukiskan dengan kata-kata mendengar dan belajar.
Pemberian Perintah Agung memperlihatkan bagaimana dalam rencana Allah seseorang itu harus diajar oleh Allah sebelum dia memasuki gereja. Itu bukan dengan peristiwa-peristiwa mistis seperti bisikan suara di telinga orang-orang berdosa. Yesus mengirim rasul-rasul untuk memberitakan Injil kepada sekalian alam (Markus 16:15), dan orang-orang yang diajar diperintahkan untuk pergi dan mengajar orang lain (Matius 28:19, 20). Kitab Kisah Rasul penuh dengan ilustrasi tentang orang-orang yang diajar Allah. Di setiap kota orang-orang yang menjadi bagian dari Gereja diajar oleh orang-orang yang diutus oleh Allah, dengan warta dari Allah.
Makna hal ini tidak dapat kita abaikan begitu saja. Seseorang dapat masuk ke denominasi sebagai bayi yang tidak diajar, tetapi seseorang itu tidak dapat masuk ke dalam Gereja Perjanjian Baru sampai dia diajar dahulu. Apa yang telah dinubuatkan oleh Yeremia dipenuhi di Gereja dimana setiap anggota-anggotanya mengenal Dia, dari yang kecil sampai yang besar.
2.      Untuk Memasuki Gereja, Seseorang Harus Mempunyai Iman
Menurut Kitab Suci, “iman adalah cara hidup yang baru, yang dikuasai oleh Roh Kudus. Di dalam cara hidup yang baru ini pertama-tama yang tampak adalah ketaatan (bdk.Rm 1:5). Unsur kedua adalah pengetahuan, yang menjadi isi pengetahuan iman adalah kehendak Allah (bdk. Rm 15:4). Unsur ketiga yang terdapat dalam iman adalah mempercayai atau mengandalkan. Sebab iman bukan soal akal. Iman adalah soal seluruh kehidupan manusia, soal hati, soal inti hidup manusia(Rm 10:9). Di dalam iman juga terdapat unsure harapan. Oleh karena iman diarahkan kepada Kristus, maka dihubungkan dengan Kristus yang adalah harapan kita (Kol 1:4).[1]
Penulis Ibrani menegaskan, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6). Kata-kata ini menunjukkan bahwa tidak seorangpun dapat diselamatkan dan menjadi anggota gerejaNya tanpa beriman kepada Allah. Ketika Yesus mengatakan, “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu" (Yohanes 8:34), Dia menetapkan selama-lamanya akan pentingnya iman kepadaNya sebagai persyaratan untuk memasuki tubuhNya. Yesus lebih jauh menegaskan pentingnya iman dengan cara melukiskan nasib orang yang tidak percaya, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16).
3.      Untuk Memasuki Gereja, Seseorang Harus Bertobat
Kata tobat pertama-tama berarti kembali, yaitu kembali berbakti kepada Allah. Akan tetapi kata ini juga berarti membelakangi yang semula di sembah, lalu menghadapi Allah. Pertobatan atau penyesalan dengan arti harafiah “mengubah pikiran”, dalam konteks Alkitab mengacu pada perubahan pikiran mengenai dosa dan kejahatan. Dalam Alkitab, hal ini dilihat sebagai unsure dasar dari respon manusia kepada Allah dan biasanya dikaitkan dengan Iman. Panggilan Allah untuk bertobat adalah peringatan bahwa Injil dan kehidupan baru yang muncul sebagai respon terhadapnya pada dasarnya moral. Injil pada hakekatnya meliputi dosa manusia dan cara Allah menanganinya. Pertobatan adalah unsure dalam semua respon yang sungguh-sungguh dalam sebuah Injil. [2]
Pesan pertobatan adalah jantung khotbah yang ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Ketika Yohanes Pembaptis muncul di padang belantara Yudea, dia mengumumkan,“Bertobatlah sebab kerajaan surga sudah dekat” (Matius 3:1, 2). Dia mengatakan kepada para pendengarnya untuk menghasilkan buah-buah pertobatan (Matius 3:8) ketika Yesus memulai pengajaranNya tentang kedatangan kerajaan, pertobatan lagi-lagi ditekankan (Matius 4:17).
Menyertai sifat dan akibat dosa adalah menyadari mengapa harus ada pertobatan sebelum masuk ke dalam gerejaNya. Dosalah yang memisahkan manusia dari Allah (Yesaya 59:1, 2). Dosalah yang membawa kematian ke dalam dunia ini (Roma 5:12). Kesucian Allah dan dosa manusia adalah tidak layak. Jika kehidupan dosa memisahkan seseorang dari Allah sebelum keselamatannya, gaya hidup seperti itu akan memisahkannya setelah itu. Seseorang tidak dapat memasuki Gereja sebelum adanya pertobatan yang sungguh-sungguh.[3]`
4.      Untuk Memasuki Gereja, Seseorang Harus Mengakui Kristus
Perkataan Paulus tidak menyisakan ruangan untuk menyangkal pentignya pengakuan. Dia menegaskan bahwa kata iman yang dia beritakan adalah, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Ayat berikutnya menegaskan bahwa pengakuan ini dilakukan untuk keselamatan. Perhatikan sifat dari kalimat bersyarat ini. Hasil (engkau akan diselamatkan) adalah predikat bagi seseorang yang menggunakan mulutnya untuk mengaku Yesus. Sekarang sekiranya seseorang tidak mengaku imannya kepada Yesus, dapatkah dia diselamatkan? Kata-kata dalam ayat di atas menuntut bahwa suatu pengakuan iman dilakukan agar supaya kita dapat diselamatkan dan masuk ke dalam Gereja.[4]

5.      Panggilan
            Yang dimaksud dengan panggilan ialah  pekerjaan Allah melalui Roh Kudus yang memanggil orang untuk menerima rahmatNya dalam Yesus Kristus. Gagasan Allah yang memanggil sering ditemukan dalam Alkitab (Kej 3:9, Kel 3:4, 1Sam 3:4). Allah khususnya memanggil melalui pemberitaan Injil, apakah itu bentuk kotbah atau melalui cara-cara lain.[5]
6.      Kelahiran kembali
Paliggenesia memiliki arti yang khusus, yaitu sebagai karya Tuhan Allah yang dikerjakan secara langsung dengan perantaraan Roh Kudus, untuk mencurahkan hidup baru kedalam diri manusia yang semula mati secara rohani itu, sehingga manusia dapat mengungkapkan hidup yang baru. Dalam Yoh 3:3 Tuhan Yesus berkata, bahwa jika orang tidak dilahirkan kembali ia tidak dapat melihat kerajaan Allah. Dari kata ini jelaslah, bahwa kelahiran kembali, atau kelahiran ke dua kali, adalah syarat mutlak bagi keselamatan manusia. Demikianlah Roh Kudus bekerja di dalam hati manusia, supaya orang dapat menerima panggilan Tuhan Allah melalui Injil. Bahwa manusia harus dilahirkan kembali, supaya dapat mendengar panggilan Tuhan Allah dan menaati panggilan itu.[6]
7.      Pembenaran
Kata pembenaran adalah kata yang dipakai dibidang kehakiman. Allah membenarkan manusia, artinya menganggap manusia tidak bersalah, Allah mengampuni dosa manusia, Allah mendamaikan manusia dengan diriNya sendiri atau Allah menjadikan manusia menjadi anak-anakNya. Menurut Rom 1:17 kebenaaran Allah bertolak dari Iman dan memimpin kepada Iman. Hal ini menunjukkan bahwa pembenaran Allah itu terjadi setiap kali. Jikalau kita jatuh ke dalam dosa dan bertobat lagi, kita boleh percaya, bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah, bahwa dosa kita telah diampuni dan sebagainya. Oleh sebab karena itu pembenaran ini menjadi sumber pembaharuan hidup orang beriman.[7]


8.      Penyucian
Manusia tidak mempunyai kesalahan lagi terhadap Allah, sebab sudah dibenarkan, tetapi belum menerima keselamatan yang sungguh, sebab belum memenuhi hukum Allah. Dalam hal ini Allah memberikan pertolongan, Ia memberikan Roh Kudus untuk membantu orang percaya, agar dapat hidup dengan menjuruskan diri kepada Allah. Tetapi  pertolongan roh suci ini tidak meniadakan kehendak orang percaya. Orang percaya harus bertindak dengan segenap hidupnya, tetapi yang membantu adalah Roh suci. Inilah yang disebut penyucian yang aktif artinya orang percaya harus bertindak. Orang percaya tidak bekerja supaya menerima penyucian, tetapi dari sebab ia sudah diberi penyucian.[8]
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kristuslah yang mengumpulkan para orang beriman dari segala bangsa untuk dipersatukan di dalam gereja, tubuhNya, sebagai persekutuan orang kudus. Pengumpulan itu dilaksanakan dengan perantaraan Firman dan Karya Roh kudus
Karya Roh Kudus kudus untuk memasukkan orang ke dalam persekutuan dengan tubuh Kristus ini dapat dibeda bedakan dalam beberapa pekerjaan yaitu Pekerjaan Roh itu dapat berupa yaitu kelahiran kembali, pertobatan, Iman yang dikuasai Roh Kudus, pengakuan akan Kristus, pembenaran dan penyucian serta pengajaran oleh Allah. 
Demikianlah cara Roh Kudus menerapkan keselamatan  yang telah diperoleh Kristus bagi umatnya, sebab keselamatan manusia berdosa adalah kasih karunia semata-mata.
Oleh : Elly Maranatha Bakkara, Leo Fernando Hutabarat


[1] Dr.Harun hadiwijono, Inilah Sahadatku, 2000, Hal.155-156
[2] Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, 2003, Hal.258-259
[5] Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, 2003, Hal.257
[6] Dr.Harun hadiwijono, Iman Kristen, 2010, Hal.398-399
[7] Dr.Harun hadiwijono, Iman Kristen, 2010, Hal.410
[8] Dr. R. Soedarmo, Iktisar Dogmatika, 2001, hal 213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar